Bila nama-nama Allah menunjukkan sifat yang membutuhkan objek maka nama-nama tersebut mengandung tiga perkara:
- Tetapnya nama tersebut bagi Allah Ta'ala.
- Tetapnya sifat yang dikandung nama tersebut bagi Allah Ta'ala.
- Tetapnya hukum dan konsekuensi (atsar/pengaruh) nama tersebut.
Karena hal inilah, ahlul ilmi berdalil atas gugurnya hukum had dari para begal (perampok) jalanan dengan adanya taubat. Mereka berdalil dengan firman Allah Ta'ala (tentang hukuman bagi para pelaku fasad),
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِن قَبْلِ أَن تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ ۖ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Mā'idah: 34)
karena konsekuensi dari dua nama ini (Al-Ghafuur dan Ar-Rahiim) adalah bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosa mereka dan merahmati mereka dengan menggugurkan hukum had atas mereka.
Sebagai contoh dari kaidah ini, As-samii' (Maha Mendengar) menunjukkan:
- Tetapnya As-Samii' sebagai sebuah nama bagi Allah Ta'ala.
- Tetapnya As-Sam'u (endengar) sebagi salah satu sifat-Nya.
- Tetapnya hukum dan konsekuensinya; di antaranya adalah bahwa Allah mendengar rahasia-rahasia dan bisikan-bisikan, sebagaimana firman Allah Ta'ala,
“Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (al-Mujadalah: 1).
Dan bila nama-nama tersebut menunjukkan sifat yang tidak membutuhkan objek, maka nama-nama itu mengandung dua perkara:
- Tetapnya nama tersebut bagi Allah Ta'ala.
- Tetapnya sifat yang dikandung nama tersebut bagi Allah Ta'ala.
Sebagai misal dari kaidah ini, nama اَلْحَيُّ (Yang Maha hidup), menunjukkan:
- Penetapan اَلْحَيُّ sebagai sebuah nama bagi Allah Ta'ala.
- Penetapan Al-Hayah (kehidupan) sebagai salah satu sifat-Nya.