MENURUT IBNU TAIMIAH
Dan disebut juga dengan motif prilaku atau hal-hal yang mempengaruhi perilaku. Dan di sini Peneliti akan menyampaikan penjelasan tentang faktor-faktor yang paling penting yang mempengaruhi perilaku, yaitu lingkungan karena ia merupakan sisi yang sangat penting dalam menentukan pribadi seseorang dan kualitas prilakunya.
((Dan didevinisikan sebagai semua hal yang berada di luar individu))[1]
Seorang anak dilahirkan di atas fitroh yang selamat yang dengan fitroh tersebut ia bisa mengetahui Allah ta'ala dan mentauhidkan Nya kemudian masuklah faktor-faktor lingkungan baik itu memperkuat fitrah ini dengan arahan Al-Qur'an yang selamat sebagaimana keadaan kaum muslimin, atau lingkungan itu akan merusak fitrah tersebut dan menyimpang dari jalur yang benar sehingga individu tersebut tumbuh dengan keyakinan-keyakinan dan pemikiran-pemikiran yang sangat jauh dari fitrah yang ia dilahirkan di atasnya dan ini merupakan keadaan kaum musrikin. Dan di sana terdapat nas-nas Al-Qur'an yang menunjukan pengaruh lingkungan terhadap prilaku. Di antaranya, kisah Nabi Yusuf dan ayahnya Ya'qub 'Alaihimassalam, beliau (Yusuf) adalah anak seorang Nabi, namun bersamaan denga itu, saudara-saudaranya berkumpul dan bersepakat untuk melemparkanya ke dalam sumur, di sini kita bertanya, dari mana mereka mewarisi sifat-sifat jelek ini padahal bapak dan saudara mereka adalah Nabi yang suci? Jadi faktor-faktor lingkungan sangat mempengaruhi prilaku mereka.
Dan sebuah kepastian akan pentingnya lingkungan dalam mempengaruhi pola fikir atau pergaulan, serta perhatian hadits-hadits Nabi sholallahu'alaihiwasllam sangatlah besar untuk memilih istri yang cocok (tepat) serta teliti dalam memilih teman dan guru. Hadits tersebut berbunyi :
Wanita itu dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, karena nasabnya, karena kecantikannya, dan karna agamanya. Pilihlah yang baik agamanya maka kamu akan beruntung.[2].
Dan yang memperjelas atau menekankan atas pentingnya memilih calon istri dari kalangan perempuan yang baik agamanya yang mana ia menjaga hak-hak suaminya dan yang dapat membantu suami tersebut dalam merealisasikan sebuah kebenaran dan kebaikan yang dapat mengingatkannya atas kesalahan yang dilakukan oleh suaminya. Yaitu, bahwasanya perempuan adalah peran utama dalam mengatur sebuah lingkungan yang digunakan untuk mengasuh anak-anak. Apa bila lingkungan tersebut baik, maka anak-anaknya pun akan menjadi baik namun sebaliknya, apa bila lingkungan itu buruk maka anak-anaknya akan menjadi buruk pula. Oleh karena itu bagi setiap orang baik laki-laki maupun perempuan jika ia mencari calon pasangan hidupnya yang berlandaskan di atas agama, keimana, akhlak yang mulya, dan kebaikan maka keduanya akan menjadi klop atau serasi dalam masalah hatinya, fikirannya, dan sikap sosialnya (kebersamaan). Dan tidak diragukan lagi bahwasanya ini semua dapat membawa mereka berdua kepada persiapan untuk menuju Atmousfer kebersamaan yang tetap di dalam sebuah keluarga untuk menumbuhkan sebuah Tarbiyah Al Imaniyyah (yang berlandaskan atas iman).
Namun tidak cukup bagi seseorang ketika memilih seorang suami atau istri ia hanya memilih yang baik agamanya. yaitu tidak cukup baginya hanya menjadikan lingkungan yang baik di rumah saja, karena di sana ada lingkungan-lingkunag yang lain, yang juga memberikan pengaruh kepada seseorang.
Di antaranya, lingkungan persahabatan, teman duduk, dan guru. Mereka semua memiliki hubungan langsung dengan manusia maka setiap dari mereka memiliki pengaruh basar terhadap perangai seseorang. Dalil yang menjelaskan hal tersebut adalah sabda Nabi Sholallahu'alaihiwasallam:
Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk seperti penjual minyak wangi dan pandai besi maka penjual minyak wangi, bisa jadi dia membarimu atau ia menjualnya kepadamau atau paling tidak engkau mendapatkan bau yang harum darinya, sedangkan pandai besi bisa jadi dia membakar bajumu atau paling tidak engkau mendapatkan bau yang tidak sedap.[3]
Dan seorang penuntut ilmu baik baginya untuk memilih teman penuntut ilmu juga seperti dirinya yang bersungguh-sungguh dan lurus sehingga teman tersebut bisa membantunya dengan ilmu yang ia miliki dan tidak memalingkannya dari ilmu tersebut. Syekh Zarnuji berkata dalam maudu ini :
Adapun di dalam memilih seorang teman maka selayaknya untuk memilih orang yang bersungguh-sungguh dan waro' karena orang yang memiliki tabiat yang lurus ia akan menjauh dari kemalasan, pengangguran, banyak berbicara, membuat kerusakan serta menebarkan fitnah. Dikatakan dalam bait syair:
"Tentang seseorang janganlah kamu tanya tentangnya, akan tetapi lihatlah siapa temannya
Karena setiap teman dengan temannya saling memberikan contoh
Dan jika temannya itu memiliki keburukan akan menular kepadanya dengan cepat
Namun jika memiliki kebaikan maka temannya itu akan menunjukinya kepada kebaikan pula." [4]
Dan dari ma'na tersebut, Ibnu Taimiyah berpendapat ketika beliau mengatakan ((bahwasanya persahabatan dan persaudaraan itu dilarang kecuali dengan orang yang ahli ta'at kepada Allah))[5]
Itu karena penyerupaan dalam pandangan beliau tidak terbatas pada perkara yang jelas saja tetapi hal tersebut mencakup kepada hal yang batin.
((menyerupai dan mengikuti pada perkara yang nampak mewajibkan mengikuti pada perkara yang tidak nampak pada sisi yang lain secara bertahap ))[6]
Dan kita ambil permisalan pergaulan sebagian orang Yahudi dan Nasrani terhadap orang Muslim. Hal tersebut mempengaruhi mereka maka jadilah sedikit kekufuran dari selain mereka sebagaiman kita dapatkan juga bahwasanya manusia jika telah menyerupai sesuatu maka sesuatu tersebut sulit dihilangkan dari dirinya oleh karena itu wajib untuk menjaga diri dari hal-hal yang buruk sehingga mereka tidak terbiasa dari perbuatan-perbuatan atau perkara-perkara yang buruk tersebut, dan sulit untuk menghilangkan kebiasaan tersebut pada diri mereka.
Dan seharusnya pengajar itu harus lebih berhati-hati terhadap perkara-perkara ini karena mereka sebagai contoh yang baik bagi para murid-murid mereka. Dan pengajar yang memberikan motivasi kepada murid-muridnya untuk melakukan perbuatan yang baik dan berprilaku terhadap orang lain maka dia harus menggerakkan diri mereka terhadap ma'na-ma'na kebaikan.
Dengan demikian, pengajar itu harus lebih berhati-hati karena mereka sebagai contoh yang baik bagi para murid-murid mereka. Karena pengajar yang memberikan motifasi kepada murud-muridnya untuk melakukan perbuatan yang baik dan dalam berprilaku terhadap orang lain, maka dia harus menggerakkan diri mereka terhadap ma'na-ma'na kebaikan, dan berusaha menanamkan ma'na tersebut dalam diri mereka, karena seorang murid lebih cepat terpengaruh terhadap prilaku gurunya, dan dari kuatnya pengaruh guru terhadap seorang murid Al-Jahiz menyebutkan perkataan 'Uqbah bin Abi Sufyan kepada guru anaknya ia mengatakan :
“Seharusnya yang pertama kali kamu lakukan dalam memperbaiki anakku adalah meluruskan dirimu sendiri karena sesungguhnya mata-mata mereka tertuju kepada matamu, maka kebaikan menurut mereka adalah apa yang kamu anggap baik, dan keburukan menurut mereka adalah apa yang kamu anggap buruk”
Dan seorang guru itu adalah sebagai contoh bagi murid-muridnya dan ini adalah masa yang sangat penting yang harus ditunaikan oleh seorang guru baik ia mengetahuinya atau tidak, oleh karena itu ia harus menjadi contoh yang baik dalam kehidupannya di depan murid-muridnya baik dalam agama, akhlak dan perbuatannya. Allah ta'ala berfirman :
“Sungguh telah ada dalam diri Rosulillah itu suri tauladan yang baik bagi kalian” (QS. Al-Ahzab : 21)
Dan suri tauladan yang baik itu tercipta dalam suatu pribadi yang menjadi panutan dan contoh dalam diri seseorang guru umat ini yaitu Nabi kita sholallau'alauhi wasallam dan dalam pendidikannya mempunyai pengaruh yang besar dalam tabiat pribadi Sahabat-sahabatnya dan keilmuan beliau, tingkah laku, serta akhlak semua itu menjadi contoh pendidikan yang sempurna bagi manusia, dan dari sifat-sifat beliau sholallahu'alaihiwasallam adalah beliau seorang yang jujur keikhlasannya, penyabar, penyayang, dan lembut. Allah Ta'ala berfirman tentang beliau :
Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang bagi orang-orang yang beriman (QS. AT-taubah : 128)
Ibnu taimiyah berkata tentang ayat ini :
((Para ulama adalah penggganti Nabi sholallahu'alaihiwasallam, dan melalui merekalah risalah ini terus berlanjut dan menhaj beliau tetap tejaga. Akan tetapi kedudukan ini tidak akan benar kecuali jika seorang ulama tersebut diberi hidayah untuk senantiasa mengikuti sunnah Rosulullah sholallahu'alaiwasallam dalam segala segi kehidupannya.
Oleh karena itulah seorang guru harus tersifati dengan berbagai sifat yang akan menjadikannya ahli dalam memikul yanggung jawab yang besar yang di antaranya ialah :
• Kokohnya aqidah dan berpegang teguh dengan agama ini serta baiknya prilaku dan akhlak.
• Pribadi yang kuat dan jiwa yang tenang
• Kecerdasan, sebagaimana pula daya tangkap yang cepat dan perangai yang baik, pemikiran yang selamat, dan kemampuan dalam memacahkan masalah
• Sehatnya badan, selamatnya pendengaran, penglihatan, dan ucapan (dari hal-hal yang buruk), demikian pula dia harus berpenampilan dengan penampilan yang baik
• Kecintaan dan perhatian terhadap pengajaran
Dan secara rinci dari penjelasan yang telah lalu maka kita katakan, bahwasanya seorang guru harus tersifati dengan keimanan sebelum selainnya. Maka dia harus beriman kepada Allah dan hari akhir, demikian pula dengan risalah-risalah yang lain (yang diturunkan oleh Allah) serta beriman kepada taqdir yang baik maupun yang buruk serta segala sesuatu yang Allah perintahkan kepada kita untuk beriman kepada hal tersebut. Dan ini adalah perkara yang sangat penting karena iman bukanlah suatu kata yang diucapkan saja, akan tetapi keimanan itu haruslah terlihat bekasnya dalam tingkah laku seorang guru. Karena jika ia benar-benar beriman bahwasanya Robbul'aalamin (Allah ta'ala) senantiasa mengawasinya dalam setiap amal perbuatannya, maka tidak diragukan lagi dia akan berusaha untuk mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya sehingga mencapai sebuah kepastian bahwasanya Allah mencintainya. Dan disamping itu juga bahwasanya di sana ada sifat-sifat kholqiyah yang harus diperhatikan. Dan ini bukan berarti bahwasanya akhlaq itu terpisah dari iman, namun disebutkan secara terpisah adalah sebagai penjelasan bahwasanya imanlah yang mengantarkan sifat tersebut kepada derajat yang lebih sempurna. Di antaranya : kejujuran, keihlasan, kesabaran, kesungguhan, pemaaf, toleransi, dan rasa kasih sayang.
Ibnu Taimiyah mengingatkan para pengajar tentang pentingnya berpegang teguh dengan kejujuran dan keikhlasan baik itu dalam perkataan, maupun perbuatan dan memperingatkan mereka dari berlebih-lebihan di dalam kedua hal tersebut ketika beliau mengtakan :
Bahwasanya Allah dan Para Malaikatnya akan bersolawat kapada seorang yang mengajarkan kebaikan demikian juga makhluk yang lain akan memintakan ampun untuk dirinya sampai ikan yang berada di laut dan burung yang terbang di udara. Namun sebaliknya keburukan yang mereka ajarkan merupakan kezoliman yang sangat besar dan demikian pula dengan kemaksiatan dan kebid'ahan yang mereka lakukan secara terang-terangan akan menghalangi kepercayaan orang terhadap apa-apa yang mereka katakan dan memalingkan hati manusia dari mengikuti mereka. Sekiranya manusia mengikuti mereka dalam kebid'ahan tersebut, maka itu merupakan kezoliman yang sangat besar, dan mereka berhak mendapatkan celaan dan siksaan atas kebid'ahan mereka, yaitu selaan dan siksaan yang tidak didapatkan dari sekedar dusta dan maksiat serta pelaku bid'ah dari selain mereka, karena yang menampakkan bid'ah tersebut adalah orang awam - walaupun ada sisi mudharadnya - namun mudharatnya tidak seperti orang yang berlilmu yang mana mereka itu menghalangi kebenaran serta penampakkan kebatilan. [7]
Begitu juga dengan sifat-sifat khalqiyah yang wajib bagi seorang Guru tersifati dengannya yaitu kekuatan dan kebaranian, dan kekuatan di sini barkaitan dengan kebanaran bukan dengan kekerasan dan paksaan. pada sisi yang lain, di sana juga terdapat sifat aqliah yang harus dimiliki seorang Guru, di antaranya ialah wawasan yang banyak dan kecerdasan serta berpenampilan yang baik dalam setiap sikap. bukan ini saja, bahkan seorang Guru harus memiliki arah pemikiran yang jelas dan jauh dari mengikuti hawa nafsu serta jauh dari pemikiran yang khurafat dan tidak menyeleweng kepada apa-apa yang tidak ia pahami.
Terakhir, di sana juga terdapat sifat-sifat jismiah yang harus diperhatikan oleh seorang Guru seperti baiknya penampilan, yaitu memperhatikan kebersihan dan penampilan luarnya kemudian diperkuat dengan jauhnya ia dari penyakit-penyakit serta selamat dari aib-aib dan membicarakannya.
kita merinci sifat-sifat Guru, dikarenakan pengaruhnya sangat kuat terhadap pemahaman dan tingkah laku para murid-muridnya terutama para murid yang masih kecil karena seorang Guru bagaikan contoh nyata di hadapan mereka.
[1] 'Ali salmi : assulukul insaniyu filidaaroti, hal 46
[2] Ibnu Hajar as-Qolani :Fathul Bari Sarhu shohiihi bukhari, juz 9, hal 132
[3] Shohih al-Bukhri, juz 7, hal 175
[4] Ta'liimul muta'allim Toriiqu at-Ta'allum, hal 14, 15
[5] majmu' al-Fatawa, juz 15, hal 374
[6] Ibnu Taimiyah : Iqtidoous Shirootil Mustakiimi Mukhaalifatu Ashbil Jahim, hal 220.
[7] Majmu' al-Fatawa, juz 28, hal 187-188.